Tak Ada Beras, Tiwul pun Jadi
Trenggalek: Harga-harga kebutuhan kian melambung, yang menbuat ratusan keluarga di Dusun Jetak Krajan, Kecamatan Suruh, Trenggalek, Jawa Timur, kian menderita. Tapi hidup harus dipertahankan. Meski tak ada beras, mereka masih bisa makan tiwul. Maklum, kebanyakan dari mereka hanya petani ladang.
Tiwul dipilih karena harganya murah, masih bisa dibeli dengan harga Rp 2.000 per kilogram. Sedangkan beras untuk rakyat miskin atau raskin Warga mengaku sudah melupakannya karena sejak enam bulan silam beras dari pemerintah itu tak datang lagi menghampiri mereka.
Belenggu kemiskinan juga menjerat keluarga Kamaluddin di Mamuju, Sulawesi Barat. Bersama istrinya Suryanti, Kamaluddin tinggal di sebuah rumah, tepatnya gubuk berukuran 2x3 meter yang hampir roboh di rawa-rawa, terletak tak jauh dari Kantor Bupati Mamuju dan Kantor Gubernur Sulbar. Bila hujan lebat turun dan banjir mengancam, Kamaluddin dan seorang anak mereka harus mengungsi ke pos ronda atau tempat yang aman.
Kamaluddin dulunya seorang nelayan. Usia dan kesehatan yang memburuk memaksanya mengantungkan hidup pada bantuan orang lain. Namun bantuan tak selalu ada. Kamaluddin pun kerap harus mengganjal perut dengan memasak kangkung yang tumbuh liar di sekitar gubuk.
Dulu, ketika kampanye pemilihan legislator, presiden, dan pemimpin daerah riuh rendah, rumah Kamaluddin ramai disambangi tim-tim sukses yang bermaksud pamer empati. Namun, ketika pemilihan usai tak seorang pun datang, apalagi bantuan untuk Kamaludin serta anak dan istrinya.
(Tiwul, atau Thiwul adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong. Penduduk Pegunungan Kidul(Pacitan,Wonogiri, Gunung Kidul) dikenal mengonsumsi jenis makanan ini sehari-hari.
Tiwul dibuat dari gapleg. Sebagai makanan pokok, kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras. Tiwul dipercaya mencegah penyakit magg, perut keroncongan, dan lain sebagainya. Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan jepang)
Tiwul dipilih karena harganya murah, masih bisa dibeli dengan harga Rp 2.000 per kilogram. Sedangkan beras untuk rakyat miskin atau raskin Warga mengaku sudah melupakannya karena sejak enam bulan silam beras dari pemerintah itu tak datang lagi menghampiri mereka.
Belenggu kemiskinan juga menjerat keluarga Kamaluddin di Mamuju, Sulawesi Barat. Bersama istrinya Suryanti, Kamaluddin tinggal di sebuah rumah, tepatnya gubuk berukuran 2x3 meter yang hampir roboh di rawa-rawa, terletak tak jauh dari Kantor Bupati Mamuju dan Kantor Gubernur Sulbar. Bila hujan lebat turun dan banjir mengancam, Kamaluddin dan seorang anak mereka harus mengungsi ke pos ronda atau tempat yang aman.
Kamaluddin dulunya seorang nelayan. Usia dan kesehatan yang memburuk memaksanya mengantungkan hidup pada bantuan orang lain. Namun bantuan tak selalu ada. Kamaluddin pun kerap harus mengganjal perut dengan memasak kangkung yang tumbuh liar di sekitar gubuk.
Dulu, ketika kampanye pemilihan legislator, presiden, dan pemimpin daerah riuh rendah, rumah Kamaluddin ramai disambangi tim-tim sukses yang bermaksud pamer empati. Namun, ketika pemilihan usai tak seorang pun datang, apalagi bantuan untuk Kamaludin serta anak dan istrinya.
(Tiwul, atau Thiwul adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong. Penduduk Pegunungan Kidul(Pacitan,Wonogiri, Gunung Kidul) dikenal mengonsumsi jenis makanan ini sehari-hari.
Tiwul dibuat dari gapleg. Sebagai makanan pokok, kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras. Tiwul dipercaya mencegah penyakit magg, perut keroncongan, dan lain sebagainya. Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan jepang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar